Jumat, 19 Oktober 2012

BAMBU


Bambu, dengan cepat tumbuh meninggi. Rumpunnya dengan cepat menjalar... mudahnya tumbuh di manapun menjadikan bambu sebagai bahan bangunan nusantara... Cina memang terkenal sebagai negara tirai bambu,.. namun karena mudahnya tumbuh di tlatah nusantara ini rasanya Nusantara pun berhak menggunakan bambu sebagai identitasnya, walaupun tidak sebagai tirai.
Melihat posisi wilayah Arsitektur Nusantara, dimana peran "naungan" itu lebih penting, maka dapat kiranya disebut bahwa "NUSANTARA BERNAUNG BAMBU". maknanya bambu sangat berperan sebagai pembentuk penaung, dalam konteks ini dapat dikatakan sebagai pembentuk arsitektur. apakah demikian??

Jumat, 20 Februari 2009

LUMBUNG

Balai bengong di Bali, di Lombok juga berfungsi sama dengan di Bali, namun secara tataletaknya tidak menganut seperti di Bali. Peletakannya diletakkan pada posisi yang paling strategis, sebagai tempat duduk dan menjamu tamu. selain itu juga ditemukan masa bangunan sekepat (kaki empat) atau sekenem (kaki enam).

Jumat, 26 Desember 2008

TOUR ARSITEKTUR BALI (tanganan, panglipuran, baha dan GWK)



Perjalanan untuk meliput arsitektur di Pulau Bali yang serat dengan perkembangan arsitekturnya yang seiring dengan berkembangnya budaya. Dimulai dari Tenganan dilanjutkan ke Panglipuran, Baha dan diakhiri di Garuda Wisnu Kencana (GWK). Apakah ini adalah merupakan sebuah proses tumbuh kembangnya ‘arsitektur bali’, atau hanyalah sebuah “titik-titik” arsitektur yang ada di bali. Ini pertanyaan yang selalu berputar didalam fikiran saya setelah melakukan perjalanan. Memang keberangkatan saya dalam perjalanan ini tidak berbekal pengetahuan ‘arsitektur bali’, pengetahuan yang ada hanyalah sekedar pengetahuan dasar tentang arsitektur bali yang kurang tajam bila digunakan untuk mengamati sebuah fenomena ‘arsitektur bali’. Namun dengan mengungkapan apa yang saya rasakan dalam perjalanan saya, mudah-mudahan ada yang mampu memahamkan pengetahuan saya tentang arsitektur bali ini.

Kunjungi blog saya tentan ini:

Sabtu, 06 Desember 2008

JOGLO PONOROGO (edisi 1)



Penelusuran ini memang telah kami lakukan hampir 10 tahun yang lalu, dan telah tertuang pada tesis saya yang berjudul “Kawruh Kalang Arsitektur Ponorogo”. Namun pengenalan tentang "joglo ponorogo" perlu kiranya dapat dipandang sebagai penomena arsitektur "nusantara".
Arsitektur Joglo diatas adalah merupakan peninggalan rumah Ki Ageng Besari yang terletak di Jetis-Ponorogo. Dimana dalam perkembangannya pernah digunakan untuk “mondok” Ronggo Warsito. Menjulangnya sektor “gajah” adalah merupakan perbedaan yang menyolok dibandingkan dengan joglo di luar Ponorogo.












Keberadaan Rumah Joglo di Ponorogo tidak saja dimiliki oleh orang terpandang saja, seperti halnya Ki Ageng Besari, namun juga dimiliki oleh orang kebanyakan. Seperti halnya dengan rumah Joglo di atas berada di daerah Maron-Kauman-Ponorogo. Menjulangnya sektor “gajah” seakan-akan akan menggapai awan, menampakan kemegahannya. Sedangkan sektor pananggapnya mengembang ke bawah sehingga menimbulkan ruang yang “ayom” melingkupi. Hubungan antara sektor “brunjung” dan “pananggap” menggambarkan jiwa pemiliknya yang mempunyai ikatan dengan yang mahakuasa dan manusia.



















Ruang yang terbentuk oleh megahnya bentuk joglo juga terasa di dalam ruang yang dibentuknya, dua kolom yang menjulang tinggi menyangga “midhangan” sebagai atap gajah. Midangan dibentuk sedemikian rupa dengan menghadirkan tumpangsari yang jumlahnya melambangkan kekayaan duniawi. Demikian juga dengan hadirnya ukiran di dada peksi yang menggunakan warna dasar alami menambah megahnya sektor ini.










Penggunaan atap Joglo tidak hanya untuk bangunan besar, namun juga untuk bangunan yang lebih kecil. Perbedaannya adalah berkurangnya sektor “penanggap”, sehingga luasan yang dibentuknya lebih kecil. Namun tingginya sektor “gajah” tetap menjulang, Inilah Joglo Ponorogo.